Life is when you feel it, die is when you don't feel your life. Feel. Enjoy. Live.

Sunday, March 20, 2005

story

gut morning yang lagi baca blog ini..

berhubung gue lagi ga ada ide buat nulis sebuah postingan, jadi gue mo masukin cerpen gue aja yah. ini cerpen udah lama, but still good i think, selamat menikmati ( selamat membaca kali! ).

ELANG

Oleh: Lutfi Prayogi

Tanah Kusir, 23 September 2004

Hari ini, tepat 5 tahun meninggalnya Elang. Aku, Nugraha Setyanegara, atau kerap dipanggil Graha, Sakti, Ratu dan Putri sepakat untuk ziarah ke makamnya, sedangkan Tante Sinta yang tadinya berencana ikut, tidak jadi karena urusan pribadi. Elang bukanlah siapa-siapa bagi kami, melainkan bagian tak terpisahkan dari kehidupan kami. Aku, Sakti, Putri dan Elang sudah bersahabat sejak SD. Sedangkan Ratu baru mengenal kami sejak SMA, dan langsung menjadi pacar Elang, walau kemudian putus ketika Elang mendapat beasiswa. Hingga kemudian kejadian itu terjadi, yang mana kami menyesal tidak dapat mencegahnya.

---

Bandara Internasional Soekarno Hatta, 13 Maret 1998

Pesawat Elang di-delayed, sehingga aku, Sakti, Ratu, Putri dan beberapa anak buah Om Wisnu ayah Elang harus menunggu lebih lama lagi di Terminal E Bandara Internasional Soekarno Hatta. Tiga tahun yang lalu, dari terminal ini juga Elang berangkat ke Ohio, Amerika Serikat, untuk melanjutkan studi S-1 nya di sana. Prestasi cemerlangnya dari kecil, ditambah koneksi ayahnya yang memegang jabatan penting di perusahaan minyak milik negara, membuahkan beasiswa yang amat membantu Elang dalam meraih cita-citanya. Namun sekarang, dikarenakan suhu politik yang semakin memanas, utang-utang negara yang makin menumpuk, dan isu-isu tidak sedap mengenai ayahnya, menyebabkan Elang harus kehilangan beasiswa-nya dan kembali ke Indonesia.

Pukul 17.30, Elang keluar dari pintu kedatangan. Dia telah berubah. Tiga tahun mendapat pengaruh barat di Ohio ternyata cukup untuk mengubahnya. Masing-masing satu tindikan di alis kanan dan lidah, anting di telinga kiri, rambut dicat kepirang-pirangan, dan tato berbentuk hati di lengan atas kini menjadi ciri khasnya.

“ Hei Lang, lo udah berubah ya, udah kaya bule nyasar lo skarang.. “ ujar Putri pada pandangan pertamanya. Dan ucapannya memang mendasar, karena sekilas akan sulit membedakannya dengan orang-orang yang lahir dan besar di dunia barat.

“ Biasa aja ah, gue kan cuma menyesuaikan doank.. Yang penting kan dalemnya tetep orang timur “ jawab Elang. Dalam hati ku bersyukur, ternyata budaya timur masih tetap melekat erat dalam dirinya, begitu juga dengan ucapannya yang masih sehalus dulu

Dan setelah mengobrol basa-basi dan melepas rindu sejenak, kami pun bergegas menuju hotel tempat Elang menginap. Namun entah mengapa, aku mendapat pandangan bahwa Elang sudah bertambah kurus, kurus yang tidak normal.

Kamar 813, Hotel Grand Hyatt Jakarta, 14 Maret 1998

Om Wisnu sudah memesankan tiga buah kamar suite khusus untuk Elang dan kami, karena mungkin beliau berpendapat kami akan merasa kurang bebas kalau menginap di rumahnya, yang harus kami akui benar adanya.

Setelah sedikit berenang dan fitness di Gymnasium, kami mandi dan kemudian turun untuk sarapan. Dan kami pun memulai percakapan panjang yang merupakan pelepas rindu kami, setelah kami sepakat bahwa kemarin malam kami akan memberinya kesempatan untuk beristirahat terlebih dahulu, setelah perjalanan panjang selama 8 jam antara Ohio dan Jakarta.

“ Sayang banget ya Lang, lo harus pulang sekarang. Padahal tinggal dua semester lagi lo diwisuda “, aku memulai pembicaraan.

“ Ya, mau gimana lagi. Emang udah ditetapin gini. Gue juga bisa ngerti kok, kalo sekarang tuh pemerintah kita lagi punya banyak banget masalah, banyak banget utang, makanya beasiswa-beasiswa banyak yang dipotong. Udah gitu banyak pejabat yang korupsi lagi. “

Dan kami pun saling pandang, mungkin Elang belum tahu akan hal ini. Ayahnya, Wisnu Prabawa, salah satu dari direksi perusahaan minyak milik negara, akhir-akhir banyak diberitakan karena dugaan keterkaitannya dengan suatu kasus penggelapan uang sebesar 24,6 miliar.

“Kenapa? Kok pada diem? “ tanya Elang.

Tak satupun dari kami menjawab.

“ Jadi kepikiran sama kasus Papa, ya? “

Dan kami makin terdiam mendengar pertanyaan tersebut. Kami kaget. Kami tidak menyangka kalau Elang sudah mengetahui kasus tersebut.

“ Yah, lo semua ngga usah nutup-nutupin deh.. Gue juga udah denger kok.. “

“ Lo tau dari mana Lang? Apa ada yang ngasi tahu ke elo? Ato emang bokap lo sendiri yang ngaku ke elo? “ tanya Sakti yang lebih menyerupai sebuah interogasi. Selama ini Sakti memang selalu terdengar ketus ketika berbicara kepada Elang, entah kenapa.

“ Ngga… Gue tau semuanya dari internet… Gue juga tahu, kalau akhir-akhir ini rumah gue sering di-demo… Makanya gue minta bokap buat mesenin kamar di sini, gue perlu istirahat… “

“ Anyway, lo skarang mo kuliah di mana Lang? Di UI aja ya Lang, biar kita semua bisa bareng lagi? “ tanya Ratu mengalihkan perhatian.

“ Yah, gue pikir sih juga gitu… Tapi ga tau deh, kayanya buat sementara gue bakal cuti dulu… Gue kan masih culture shock, lagian, apa ada universitas yang mo nerima anak yang jelas-jelas bokapnya korup…”

Ratu kecewa, ternyata dia tidak berhasil mengalihkan arah pembicaraan.

“ Ya udah deh, kita naik aja dulu yuk… Kita istirahat bentar, trus siang nanti kita shoping sekalian makan di mal. Gimana Lang? Lo pasti kangen ama mal-mal Jakarta kan? “ ujar Putri mencoba menutup pembicaraan.

Elang tersenyum, sedikit sinar kebahagiaan terlihat dari raut mukanya.

“ Oke, gue setuju, “ aku menutup pembicaraan, dan kami pun naik ke atas.

Siangnya, kami shopping di eX-Plaza Indonesia. Elang terlihat begitu gembira, tetapi entah mengapa, aku merasa bahwa kegembiraan-nya terlihat tidak normal. Terlebih bila dibandingkan dengan kondisinya tadi pagi yang seakan tidak punya harapan lagi.

Taman Rasuna, 30 Mei 1998

Hari ini, kami berkumpul di rumah Elang di Taman Rasuna. Kami telah sepakat bauntuk membantu mengatasi culture shock-nya, ditambah lagi dengan kasus ayahnya itu.

“ Lang, nyokap lo kemana? “

“ Ngga tau, kata pembokat sih akhir-akhir ini emang dia sering keluar gitu, ngga jelas kemana... “

“ Ou, ada urusan kali… Atau mungkin dia ada bisnis gitu, dia kan pasti bosen dirumah terus selama lo di Ohio… “

“ Ngga, nyokap gue bukan orang yang suka bisnis… Dia pasti ada urusan lain yang dia sembunyiin dari gue ma bokap… Mungkin juga dia ngelakuin hal-hal yang banyak dilakukan istri-istri pejabat lain… “

“ Maksud lo, selingkuh gitu? “

“ Ngga tertutup kemungkinan kan? “

Dan kemudian..

“ Turunkan Wisnu! Turunkan Wisnu! Jangan biarkan sampah rakyat seperti dia menjadi direksi! Turunkan Wisnu! Turunkan Wisnu!

Ternyata para mahasiswa yang berdemo di luar rumah Elang, merekalah yang selama ini sering muncul di TV dan menuntut Om Wisnu untuk turun dari jabatannya.

“ Turunkan! Turunkan! Turunkan! “

“ Jangan biarkan sampah rakyat menjadi direksi! “

“ Turunkan dan adili! “

Kami benar-benar tidak tahu apa yang harus kami lakukan…

Universitas Indonesia, 28 Desember 1998

“ Si Elang jadi mau masuk sini Rat? “ tanyaku pada Ratu

“ Iya bener, dia bilang sih gitu. Katanya abis wisuda S1, dia mau pindah ke Malang nerusin S2 disana. “

“ Kok disana Rat? Ngga disini aja? “ tanya Putri.

“ Yah, dia bilang dia ngga tahan kalau disini terus… Tiap hari rumahnya didemo, tiap hari di-TV diberitain tentang kasus bokap-nya, mana nyokapnya sekarang makin ngga jelas aja kemana perginya, malahan katanya sekarang dia sering pergi berhari-hari… “

“ Ya, gue kalo jadi dia juga ga tau mo ngapain lagi… Mana setelah Pak Harto jatuh kemarin, pasti makin banyak aja yang demo rumahnya… “

“ Itu semua kan emang gara-gara bokapnya, jadi ya dia harus bertanggung jawab juga… “ komentar Sakti.

“ Ya ngga bisa gitu juga donk Ti… “

“ Loh, kenapa ngga? “

“ Udah, udah, sekarang, mendingan kita ke Mal aja dulu buat beli kado, tanggal 3 Januari nanti kan ulangtahunnya Elang “ tengah Putri.

“ Oke, gue setuju. Yuk! “ Ratu mengakhiri pembicaraan.

Beberapa bulan setelah ini, kami masih sering berkumpul bersama. Kami berusaha agar Elang dapat merupakan masalahnya, walau nampakanya tidak begitu berhasil.

Pesona Khayangan, 23 September 1999

Ratu meminta aku, Sakti, dan Putri untuk berkumpul di rumahnya, dia mengatakan kalau ada hal penting yang akan dia sampaikan kepada kita semua.

“ Temen-temen, selama ini kan, kita selalu bersama, kalau salah satu dari kita ada masalah, semua akan merasakannya. Masalah salah satu dari kita adalah masalah kita semua. Dan lo semua tau kan, kalo bokap-nyokap gue udah meninggal semua, jadi gue ngerasa kalo lo-lo semua adalah orang yang pertama kali harus gue kasih tau tentang masalah gue ini. “

“ Iya gue tau Rat, emang lo ada masalah apa? “ tanyaku.

“ Gue.. Gue udah ngga perawan lagi.. “

“ Oh my god… Ratu… “ Putri menahan kaget.

“ Ama siapa Rat? “

“ Elang.. “, Ratu mulai menangis..

“ Oh.. “

“ Tapi, bukan itu kan yang sebenernya mo lo bilang kan Rat? Ada sesuatu yang lebih penting kan? “ tanya Sakti.

“ Sakti! Lo gila ya?! Lo bilang masalah keperawanan itu ngga penting?! “ bentak Putri.

“ Ngga pa pa Put, dia bener kok. Ada sesuatu yang lebih penting dari itu “

Ada yang lebih penting? “

“ Elang.. Elang ternyata make sabu-sabu.. Gue memergokinya di kamar mandi.. “

“ Hah?! “ tidak satupun dari kami percaya, walaupun dalam hati, aku tidak begitu heran, ciri-ciri pemakai memang nampak pada diri Elang.

Belum hilang kaget kami, Tante Sinta ibu Elang menelepon.

“ Ratu… Elang… Elang meninggal… “

“ Apa?!! “

Satu setengah jam kemudian kami sampai di rumah Elang, dan kami menemukan surat ini di mejanya.

‘ Graha, Sakti, Ratu dan Putri, pertama-pertama gue pengen terima kasih banget ma lo-lo semua, karena udah mau jadi sahabat gue selama ini, lo semua udah jadi bagian yang ngga terpisahkan dari hidup gue.. Ratu, gue minta maaf karena udah nyabut keperawananlo, gue ngelakuin itu dibawah kendali sabu-sabu. Jujur aja, sejak gue masih di Ohio, gue udah make, tapi cuma sebatas selingan doank. Tapi, sejak gue balik ke sini, begitu banyak masalah di kehidupan gue, dan gue ngambil cara yang salah buat ngatasinya, dengan make sabu-sabu, sampe akhirnya gue kecanduan. Graha, gue tau lo itu pinter, lo pasti udah ngenalin tanda-tandanya dari gue. Sekarang, gue udah ga tahan buat ngadepin itu semua. Gue udah bosen rumah gue didemo, gue udah bosen ditelepon ma penelepon gelap, gue udah bosen dianggap sebagai anak koruptor kakap, gue juga udah bosen ama nyokap gue yang cuma bisa ngurusin selingkuhannya. Dan gue mutusin untuk sedikit merasakan kebahagiaan sebelum hidup gue berakhir, makanya gue overdosis make sabu-sabu. Sekali lagi, gue mo terima kasih banget ma lo semua karena udah mo jadi sahabat gue, semoga lo semua bisa jadi apa yang lo semua inginkan. ‘

---

Setelah membaca Doa Ahli Kubur dan menebar bunga, kami beranjak pulang. Di kejauhan aku melihat Tante Sinta, disebelahnya berdiri seorang pria. Bukan, pria itu bukan Om Wisnu, mungkin dialah selingkuhannya Tante Sinta. Diantara mereka juga ada seorang anak kecil, yang besar kemungkinan merupakan hasil hubungan gelap mereka.

Sebelum pulang, aku menyempatkan diri untuk membeli koran terlebih dahulu. Dan sebuah headline pada sebuah koran nasional menarikku untuk membacanya. ‘ KPK MENJEBLOSKAN SATU LAGI KORUPTOR KAKAP‘, dan dibawahnya terdapat tulisan ‘ Wisnu Prabowo, salah seorang direksi perusahaan minyak milik negara, akhirnya divonis 11 tahun oleh KPK, atas tuntutan penggelapan uang sebesar 24, 6 miliar, setelah kasusnya berlarut-larut selama lebih dari 6 tahun.

“ Lang, lo bukan orang jahat, lo adalah korban kejahatan dunia. Semoga lo bisa beristirahat dengan tenang. “ renungku dalam hati.

Sekian

gimane? keren ga?

0 Comments:

Post a Comment

<< Home